https://journal.jotika.co.id/index.php/JRBL/issue/feed Jotika Research in Business Law 2025-07-04T04:36:58+07:00 Haudi haudi@stabdharmawidya.ac.id Open Journal Systems <p>Jotika Research in Business Law diterbitkan oleh Jotika English and Education Center Tangerang, Indonesia dengan e-ISSN <a href="https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/20220226171865751" target="_blank" rel="noopener">2828-5441</a>, merupakan jurnal yang menerbitkan hasil-hasil penelitian di bidang bisnis dan hukum. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli.</p> https://journal.jotika.co.id/index.php/JRBL/article/view/230 KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA SECARA ELEKTRONIK DI ERA DIGITAL DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA 2025-06-25T21:21:41+07:00 Ade Pratiwi Susanty adepratiwisusanty@unilak.ac.id <p>Hubungan kerja adalah hubungan hukum antara pemberi kerja dan tenaga kerja berdasarkan perjanjian, baik perjanjian lisan maupun perjanjian tertulis, mengenai suatu pekerjaan dan upah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melahirkan bentuk-bentuk perbuatan hukum baru yang sebelumnya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, contohnya perjanjian elektronik. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum diatur ketentuan mengenai perjanjian kerja secara elektronik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Perjanjian kerja secara elektronik dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ditegaskan bahwa dokumen elektronik dan/atau hasil cetak dokumen elektronik tersebut adalah alat bukti yang sah dalam hukum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara elektronik di era digital dalam sistem hukum di Indonesia adalah sah.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Jotika Research in Business Law https://journal.jotika.co.id/index.php/JRBL/article/view/231 PERBANDINGAN SANKSI TINDAK PIDANA MENDUDUKI KAWASAN HUTAN SECARA TIDAK SAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA 2025-06-25T21:24:51+07:00 Rai Iqsandri raiiqsandri@unilak.ac.id <p>Dalam rangka menjaga kelestarian hutan, maka dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur bahwa setiap orang dilarang menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Lahirnya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja merubah beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Salah satu ketentuan yang diubah adalah ketentuan mengenai sanksi tindak pidana menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur bahwa sanksi tindak pidana menduduki kawasan hutan secara tidak sah yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000. Sementara itu, dalam Undang-Undang Cipta Kerja diatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja menduduki kawasan hutan secara tidak sah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp7.500.000.000. Perbandingan sanksi tindak pidana menduduki kawasan hutan secara tidak sah dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Cipta Kerja dari sisi pidana penjara ternyata hukumannya masih sama, sedangkan dari sisi pidana denda hukumannya mengalami penambahan dari jumlah denda sebelumnya.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Jotika Research in Business Law https://journal.jotika.co.id/index.php/JRBL/article/view/232 REFORMASI KEJAKSAAN DALAM PENEGAKAN HUKUM MELALUI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2021 2025-06-25T23:38:04+07:00 Rizana Rizana rizana@unilak.ac.id <p>Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2021, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia direvisi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia untuk mereformasi beberapa tugas dan kewenangan Kejaksaan. Pertama, dalam pemulihan aset. Kedua, dalam bidang intelijen penegakan hukum. Salah satu terobosan yang berhasil dilakukan oleh Kejaksaan sebagai bentuk reformasi Kejaksaan dalam penegakan hukum yaitu kebijakan restorative justice. Landasan hukumnya adalah Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Jotika Research in Business Law https://journal.jotika.co.id/index.php/JRBL/article/view/234 PROFESIONALITAS RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PENUNJUKAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 2025-06-27T11:50:30+07:00 Riantika Pratiwi riantika.pratiwi@unilak.ac.id <p>Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ tertinggi di Perseroan Terbatas. Salah satu kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham adalah menunjuk dan mengangkat Komisaris untuk mengawasi Perseroan Terbatas dan memberi nasihat kepada Direksi dalam menjalankan Perseroan Terbatas. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tidak diatur ketentuan mengenai profesionalitas Rapat Umum Pemegang Saham dalam penunjukan Komisaris Perseroan Terbatas. Pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan Terbatas melebihi saham yang dimilikinya. Namun, menurut Pasal 3 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku jika pemegang saham, baik langsung maupun tidak langsung, memanfaatkan Perseroan Terbatas untuk kepentingan pribadinya. Artinya, pemegang saham dapat dimintai pertanggungjawaban jika Perseroan Terbatas mengalami kerugian akibat penunjukan Komisaris yang tidak profesional karena kepentingan pribadi pemegang saham.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Jotika Research in Business Law https://journal.jotika.co.id/index.php/JRBL/article/view/235 PERAN POLISI WANITA DALAM PENANGANAN PERKARA KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI POLRES MERANGIN 2025-06-30T20:30:03+07:00 Bella Ariyani bella.ariyani1995@gmail.com Hamzah Vensuri hamzahvensuri@gmail.com <p>Seorang Polisi Wanita (Polwan) yang ditugaskan di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Merangin memegang peran penting dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang menyangkut perempuan dan anak-anak.Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji peran Polisi Wanita dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menggambarkan kendala yang muncul dalam pelaksanaan tugas mereka di lapangan. Penelitian ini mengadopsi pendekatan deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara, pengamatan lapangan secara langsung, serta penelusuran dokumen terkait. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Polwan ikut berperan mulai dari proses awal pelaporan kasus, mendampingi korban dalam proses pemeriksaan, hingga turut serta dalam kegiatan penyidikan. Hambatan yang dihadapi antara lain terbatasnya jumlah staf, kekurangan sarana pendukung, serta rendahnya frekuensi pelatihan khusus. Keberadaan Polwan dianggap mampu membangun kepercayaan korban dan memberi rasa aman dalam proses hukum. Demi memperkuat efektivitas peran tersebut, sangat penting untuk meningkatkan keterampilan dan menyediakan fasilitas yang lebih lengkap.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Jotika Research in Business Law