PERJANJIAN PERKAWINAN BERDASARKAN KAIDAH FIQHIYAH DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Authors

  • Miftahul Haq Universitas Lancang Kuning
  • Jumni Nelli Program Doktor Hukum Keluarga Program Pascasarjana UIN Sultan Syarif Kasim
  • Erman Gani Program Doktor Hukum Keluarga Program Pascasarjana UIN Sultan Syarif Kasim

DOI:

https://doi.org/10.56445/jrbl.v2i2.93

Keywords:

Kaidah Fiqhiyah, Perjanjian, Perjanjian Perkawinan

Abstract

Masih banyak di antara masyarakat  yang belum memahami sepenuhnya apa pentingnya melaksanakan Perjanjian Perkawinan dan apakah melaksanakan perjanjian perkawinan dibenarkan dalam islam Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative dan pendekatan ushul fikih dan Hukum Positif. Hasil Penelitian melihat Perjanjian Perkawinan dalam persfektif Hukum Islam dan kaidah fiqhiyah terkait perjanjian perkawinan yang ada sedikit perbedaan dari isi perjanjian perkawinan antara regulasi hukum positif Indonesia dan Hukum Islam dan melihat apakah terdapat  Kaidah fikih dalam perjanjian perkawinan, dimana kaidah fiqhiyah merupakan dalil hukum dan ijtihad yang bersumber dari al-Qur’an dan As-sunnah yang menjadi instrumen utama didalam pembentukan dan pengembangan hukum islam. Beberapa Kaidah Fiqhiyah Perjanjian Perkawinan adalah sebagai berikut : a. Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat, b. Sesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataan, c. Perintah mengerjakan sesuatu berarti perintah mengerjakan sarananya, d. Penetapan suatu hukum diperlukan adanya dalil, e. Kesulitan harus dihilangkan, juga kaidah yang berbunyi Kemudharatan harus dihindarkan selama memungkinkan, f. Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum karena perubahan zaman, juga kaidah : Perubahan hukum itu berdasarkan perubahan zaman, tempat dan keadaan, g. Perbuatan yang mencakup kepentingan orang lain lebih utama daripada yang hanya sebatas kepentingan sendiri, h. Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat / banyak, i. Setiap perulangan kemaslahatan karena perulangan perbuatan maka disyariatkan atas setiap orang untuk memperbanyak kemaslahatan dengan perulangan perbuatan itu, namun ada kemaslahatan yang tidak disyariatkan atas perulangan, j. Apa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakan, k. Kaum muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.

References

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007).

M. Karsayuda, Perkawinan Beda Agama, Menakar Nilai-Nilai Keadilan Kompilasi Hukum Islam, (Yogyakarta: Total Media Yogyakarta, 2006).

Saleh al-Fauzan, al-Mulakhas al-Fiqih, (Saudi Arabia: Dar Ibn Jauzi, 1423 H.

Shaukani, Nayl al-Autar, Jilid.VI, (Mesir: al-Halabi, t.t.)

Sukardi, “Kajian Yuridis Perjanjian Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam”, Jurnal Khatulistiwa-Journal of Islamic Studies, Volume 6, Nomor 1, Maret 2016.

Muhammad Shahrur, Nahw Usul Jadidah Li al-Fiqih al-Islami al-Mar’ah,

(Damaskus: al- Ahali Lithiba’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi’, 2000)

Muhammad Ibn Isma’il al-Amir al-San'ani, Subul al-Salam Sharah Bulugh al- Maram, (Riyad: Maktabah Nizar, Vol. 8, 1995)

Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 Tahun 1991.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-XIII/2015

http://misaelandpartners.com/perjanjian-perkawinan-di-indonesia/

https://smpi.alhasanah.sch.id/pengetahuan/mengenal-5-kaidah-umum-dalam-hukum-fiqh/.

Downloads

Published

2023-07-07

Issue

Section

Articles